JAKARTA - Langkah pemerintah mengendalikan impor bahan bakar minyak (BBM) dengan sistem kuota dinilai sebagai keputusan yang rasional dan perlu. Ketua Forum Konsumen Berdaya Indonesia (FKBI), Tulus Abadi, menyebut kebijakan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) ini merupakan bentuk intervensi negara terhadap komoditas strategis yang berpengaruh besar terhadap perekonomian nasional.
Menurut Tulus, pengendalian impor BBM tidak semata soal pasokan energi, tetapi juga menyangkut stabilitas devisa negara dan neraca perdagangan yang harus dijaga agar tidak membebani ekonomi nasional.
“Impor BBM perlu dikendalikan mengingat masalah devisa negara, neraca perdagangan, dan komoditas strategis yang harus diintervensi negara,” ujarnya di Jakarta, Minggu.
Kebijakan Rasional Meski Timbulkan Dampak di Lapangan
Meskipun pemberlakuan kuota tersebut menimbulkan kelangkaan BBM di sejumlah SPBU swasta, Tulus menilai langkah tersebut masih bisa dipahami dan masuk akal.
“Kelangkaan di SPBU swasta merupakan dampak sementara yang wajar, mengingat adanya penyesuaian sistem distribusi dan kuota,” katanya.
Ia menambahkan, masyarakat tidak perlu khawatir terhadap kinerja SPBU milik Pertamina, sebab perusahaan pelat merah itu sudah diawasi secara ketat oleh Kementerian ESDM, terutama dalam hal kualitas dan spesifikasi BBM.
“Tentunya, Pertamina tidak berani main-main dengan hal itu, termasuk soal adanya etanol,” tegas Tulus.
Tulus juga menegaskan bahwa kandungan etanol dalam BBM Pertamina telah menyesuaikan dengan standar yang ditetapkan pemerintah. Bahkan, penggunaan etanol bukanlah hal baru karena telah lama diterapkan di berbagai negara maju.
“Masalah etanol terkait erat dengan upaya pengurangan emisi karbon yang menjadi perhatian dunia,” ujarnya menambahkan.
Momentum Rebranding dan Peningkatan Layanan
Lebih lanjut, Tulus memandang kelangkaan BBM di SPBU swasta dapat menjadi momentum bagi Pertamina untuk memperkuat citra perusahaan dan meningkatkan kualitas layanan publik.
“Ini saat yang tepat bagi Pertamina untuk melakukan rebranding, baik dari sisi pelayanan maupun citra di mata publik,” katanya.
Ia juga mendukung upaya Pertamina untuk membuktikan bahwa takaran dan volume BBM yang dijual di SPBU miliknya sudah sesuai dengan ketentuan pemerintah. Ketepatan tersebut, menurutnya, penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap badan usaha milik negara tersebut.
Selain memastikan akurasi volume, Pertamina juga didorong untuk memberikan inovasi pelayanan yang lebih baik. Tulus menilai, peningkatan pelayanan dapat dimulai dengan mengantisipasi lonjakan pembeli akibat kosongnya stok di SPBU swasta.
“Lonjakan harus diantisipasi, dimitigasi oleh SPBU Pertamina, terutama terkait antrean di titik-titik SPBU strategis, khususnya bagian sepeda motor,” tuturnya.
Menurutnya, strategi mitigasi antrean perlu dirancang dengan matang agar pelayanan tetap efisien tanpa mengorbankan kenyamanan konsumen. Selain itu, Pertamina diharapkan dapat memperluas titik distribusi dan mempercepat sistem suplai di wilayah dengan permintaan tinggi.
Pertamina Didorong Jadi Teladan
Dalam pandangan FKBI, peran Pertamina tidak hanya sebagai penyedia energi, tetapi juga sebagai teladan bagi korporasi nasional dalam mengelola sumber daya strategis.
Tulus berharap, Pertamina bisa menunjukkan bahwa perusahaan negara dapat beroperasi secara efisien, transparan, dan berorientasi pada kepentingan masyarakat.
“Publik tentu ingin melihat Pertamina tidak hanya menjaga pasokan, tetapi juga menjadi pelopor dalam kualitas dan inovasi,” ujar Tulus.
Kebijakan pengendalian impor BBM ini, lanjutnya, merupakan langkah penting dalam memperkuat ketahanan energi nasional di tengah dinamika global yang tidak menentu. Dengan pengawasan yang ketat dan dukungan kebijakan yang konsisten, Tulus optimistis pemerintah dapat menjaga keseimbangan antara kebutuhan energi domestik dan stabilitas ekonomi nasional.
Bagi Tulus, peran konsumen juga penting dalam menjaga keberlanjutan kebijakan ini. Ia mengajak masyarakat untuk lebih bijak menggunakan BBM dan mendukung upaya pemerintah dalam pengendalian impor.
“Pada akhirnya, pengendalian ini bukan hanya soal pasokan, tapi juga soal kemandirian energi dan masa depan ekonomi kita bersama,” tutupnya.