Pemerintah Dorong Mandatori BBM E10 Dukung Energi Ramah Lingkungan

Rabu, 08 Oktober 2025 | 14:17:12 WIB
Pemerintah Dorong Mandatori BBM E10 Dukung Energi Ramah Lingkungan

JAKARTA - Pemerintah akan mewajibkan penggunaan etanol 10 persen (E10) dalam campuran bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia. Kebijakan ini menggantikan program E5 yang saat ini baru diterapkan di Pertamax Green 95.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyampaikan bahwa Presiden telah menyetujui rencana mandatori E10. “Ke depan, kita mendorong untuk ada E10. Presiden sudah menyetujui rencana mandatori 10 persen etanol,” ujar Bahlil dalam acara Indonesia Langgas Energi di Sarinah, Jakarta.

E10 merupakan BBM yang mengandung 10 persen etanol, zat alami dari tebu, jagung, dan singkong. Kandungan ini membuat BBM lebih ramah lingkungan karena menurunkan emisi karbon dan mengurangi ketergantungan Indonesia pada energi fosil impor.

Pemerintah menilai etanol memberikan efek ganda: selain menekan polusi, bahan baku etanol juga mendukung petani lokal. Semakin tinggi penggunaan etanol, semakin besar peluang petani tebu, jagung, dan singkong untuk menikmati pasar baru dari hasil panen mereka.

Bahlil menegaskan bahwa penerapan E10 tidak akan dilakukan tergesa-gesa. “Masih perlu waktu sekitar dua sampai tiga tahun untuk persiapan. Kita harus uji coba dulu sampai benar-benar siap,” jelasnya.

Langkah uji coba ini mencakup kesiapan teknologi, infrastruktur distribusi, serta pasokan etanol nasional. Pemerintah ingin memastikan seluruh rantai produksi dan distribusi BBM E10 dapat berjalan tanpa hambatan.

Praktik Global dan Tantangan di Indonesia

Di sejumlah negara, pencampuran etanol ke dalam BBM sudah menjadi praktik umum. Direktur Eksekutif Puskep UI, Ali Ahmudi, menyebutkan bahwa Eropa menggunakan campuran 5–8 persen, sementara Amerika dan Australia juga menerapkan etanol untuk menurunkan emisi.

“Di Eropa mereka biasa gunakan 5-8 persen. Di Amerika dan Australia begitu juga. Karena ada beberapa tujuan lain, tidak semata-mata kepentingan bisnis, namun agar mengurangi minyak dari fosil,” kata Ali.

Perusahaan energi global, seperti Shell, Total, dan BP, juga aktif terlibat dalam transisi energi. Mereka menggunakan bahan bakar ramah lingkungan untuk mendukung pengurangan emisi dan mitigasi pemanasan global.

Di Indonesia, baru Pertamina yang menerapkan pencampuran etanol pada BBM tertentu. Shell, BP-AKR, dan Vivo belum mengadopsi praktik ini karena biaya penanganannya dinilai lebih tinggi.

Ali mempertanyakan alasan sejumlah SPBU swasta menolak BBM impor Pertamina yang mengandung etanol 3,5 persen. Menurutnya, angka tersebut jauh di bawah standar global dan aman untuk mesin kendaraan modern.

“Apalagi kendaraan 2010-an ke sini sudah relatif ramah lingkungan, teknologinya rata-rata sudah adaptif. Sudah dipersiapkan untuk itu. Justru di berbagai negara, jauh di atas 3,5 persen. Makanya kalau sebesar itu (kandungan etanol 3,5 persen) tidak masalah,” kata Ali.

Ali menekankan bahwa penolakan SPBU swasta tampak dibuat-buat. “Kalau alasan mayor, seakan-akan semua kendaraan akan rusak jika menggunakan BBM dengan etanol 3,5 persen. Kalau alasan minor, ya hanya mencari-cari alasan saja,” tegasnya.

Ia menambahkan bahwa negara lain juga menggunakan BBM dengan kandungan etanol tinggi tanpa masalah. “Nyatanya di sana aman-aman saja,” ujarnya, menunjukkan bahwa Indonesia dapat mengikuti praktik global dengan persiapan matang.

Manfaat Lingkungan dan Ekonomi

Penerapan E10 juga memiliki dampak positif pada kualitas udara. Dengan kandungan etanol yang lebih tinggi, emisi karbon dapat berkurang, sehingga membantu pencapaian target lingkungan nasional.

Selain itu, program ini mendorong kemandirian energi nasional. Bahlil menyatakan, pencampuran bensin dengan etanol dapat mengurangi impor BBM sekaligus menjaga keberlanjutan pasokan energi domestik.

Dampak ekonomi bagi petani lokal juga signifikan. Etanol yang berasal dari tebu, jagung, dan singkong membuka pasar baru dan meningkatkan pendapatan bagi petani.

Pengembangan industri etanol domestik juga berpotensi menstimulasi sektor agribisnis lainnya. Misalnya, investasi pada fasilitas pengolahan etanol dan distribusi BBM E10 dapat menciptakan lapangan kerja baru.

Bahlil menegaskan bahwa transisi ini merupakan bagian dari strategi besar energi terbarukan di Indonesia. Jika sukses, kendaraan di jalanan Indonesia akan menggunakan BBM yang lebih bersih dan efisien, sejalan dengan tren global.

Tantangan Implementasi dan Persiapan

Penerapan mandatori E10 membutuhkan persiapan menyeluruh di berbagai sektor. Infrastruktur distribusi BBM, kesiapan kendaraan, dan ketersediaan etanol harus diperiksa secara menyeluruh sebelum implementasi.

Perlu juga edukasi kepada masyarakat dan pemangku kepentingan terkait manfaat dan keamanan BBM E10. Hal ini penting untuk memastikan penerimaan luas dan mengurangi resistensi dari pihak-pihak tertentu.

Selain aspek teknis, pemerintah juga harus menjalin kerja sama dengan swasta. Shell, BP-AKR, dan Vivo perlu dilibatkan agar pasokan etanol dan BBM E10 bisa menjangkau seluruh wilayah Indonesia.

Pengawasan kualitas BBM E10 juga akan menjadi fokus. Pemerintah berencana menetapkan standar teknis dan regulasi yang ketat agar bahan bakar ramah lingkungan ini aman digunakan oleh seluruh kendaraan.

Dengan langkah bertahap, Indonesia dapat menyesuaikan diri dengan praktik global. Transisi ini sekaligus mendukung target pengurangan ketergantungan energi fosil dan mendorong energi terbarukan.

Jika program ini berjalan sukses, Indonesia akan sejajar dengan negara-negara maju yang sudah lebih dulu mengadopsi biofuel. Hal ini menjadi bukti komitmen Indonesia terhadap keberlanjutan dan inovasi energi.

Terkini